masukkan script iklan disini
Medan, – Pengurus Wilayah (PW) Nahdlatul Wathan Sumatera Utara menyayangkan ketidakjelasan status hukum mantan Kapolres Pelabuhan Belawan, AKBP Oloan Siahaan, yang terlibat kasus kekerasan. Tidak adanya pernyataan resmi dari Polda Sumut maupun Mabes Polri mengenai sanksi yang diberikan mencerminkan ketimpangan dalam penegakan hukum di tubuh institusi kepolisian.
Ketua PW NW Sumut, M. Iqbal Daulay, menekankan bahwa evaluasi tidak boleh berhenti pada level Kapolres saja. Dalam sistem hierarki Polri, berdasarkan Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 23 Tahun 2010, Kapolda memiliki tanggung jawab langsung dalam pembinaan dan pengawasan terhadap para Kapolres di wilayahnya.
"Penempatan perwira dengan rekam jejak bermasalah di wilayah rawan seperti Belawan adalah kesalahan manajerial. Ketika insiden pecah, lalu hanya perwira bawah yang disorot, ini menandakan lemahnya sistem pengawasan," tegas Iqbal.
PW NW Sumut menilai bahwa Kapolda Sumut Irjen Pol Wisnu Febrianto harus ikut dievaluasi karena memiliki kewenangan dan tanggung jawab dalam:
- Penempatan personel di jabatan strategis
- Pengawasan kinerja Kapolres
- Tindakan preventif terhadap potensi pelanggaran
"Evaluasi tidak boleh berhenti di Kapolres. Harus menyentuh siapa yang menempatkan, siapa yang mengawasi, dan siapa yang membiarkan ini terjadi,"ungkap Iqbal.
Merespons keprihatinan ini, PW NW Sumut telah:
1. Mengirimkan surat kepada Komisi III DPR RI untuk meminta investigasi menyeluruh
2. Mendesak transparansi dalam proses hukum yang sedang berjalan
3. Meminta evaluasi sistem pengawasan internal Polri
Sebagai bagian dari organisasi masyarakat Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Wathan memandang tanggung jawab untuk menyuarakan keadilan sebagai bagian dari komitmen moral dan sosial.
"Ini bukan soal politik atau posisi, ini soal tanggung jawab moral dan sosial. Nahdlatul Wathan tidak bisa diam ketika masyarakat dibiarkan kehilangan rasa percaya pada hukum," pungkas Iqbal.
Pandangan serupa juga disuarakan oleh Ketua Professional Online Wartawan Nasional (PROWAN), Jonni Kenro. Kesamaan pandangan ini menunjukkan bahwa keprihatinan terhadap ketimpangan hukum bukan hanya datang dari kalangan organisasi masyarakat, tetapi juga profesi jurnalis yang concern terhadap transparansi dan akuntabilitas publik.(Tim).