masukkan script iklan disini
Medan, 20 Oktober 2025** — Polemik terkait hibah lahan seluas ±3 hektar dari PT. PD Paya Pinang kepada Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai (Sergai) kembali mengemuka. Penggiat tanah Sumatera Utara, **Safrin**, menilai bahwa hibah tersebut berpotensi **cacat administrasi** karena dilakukan atas lahan yang berstatus **eks-Hak Guna Usaha (HGU)**, bukan atas aset perusahaan yang sah secara hukum untuk dihibahkan.
Menurut Safrin, dalam praktik hukum pertanahan nasional, **tanah berstatus HGU tidak dapat dihibahkan**, karena merupakan tanah negara yang hanya diberikan hak pakai usaha dalam jangka waktu tertentu kepada badan usaha atau perorangan.
“Kalau statusnya eks-HGU dan masa izinnya sudah tidak aktif lebih dari 10 tahun, maka tanah itu secara hukum sudah kembali menjadi tanah negara. Jadi, tidak bisa serta-merta dihibahkan oleh perusahaan,” tegas Safrin, Senin (20/10/2025) di Medan.
Ia menambahkan, hanya **tanah milik pribadi atau aset perusahaan yang sah (dengan hak milik atau hak guna bangunan yang masih aktif)** yang dapat dijadikan objek hibah. Dalam hal ini, Safrin menduga bahwa pihak **Direktur PT. PD Paya Pinang** tidak memahami atau mengabaikan tata cara hukum hibah lahan sebagaimana diatur dalam perundang-undangan agraria.
Safrin juga menyoroti aspek **izin HGU PT. PD Paya Pinang** yang disebut-sebut sudah **tidak aktif lebih dari satu dekade**, sehingga tidak lagi memiliki dasar hukum untuk melakukan peralihan atau hibah lahan kepada pihak lain, termasuk pemerintah daerah.
“Jika benar lahan itu eks-HGU yang sudah mati izinnya, maka proses hibah kepada Pemkab Serdang Bedagai harus melalui prosedur pengembalian lahan kepada negara terlebih dahulu. Setelah itu, baru bisa diusulkan menjadi aset pemerintah daerah melalui mekanisme penetapan dari Kementerian ATR/BPN,” jelasnya.
Dari sisi hukum, kasus ini menyentuh **Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA)**, yang menegaskan bahwa:
- HGU bersifat sementara dan tidak dapat dialihkan atau dihibahkan tanpa persetujuan negara;
- Tanah eks-HGU yang tidak diperpanjang akan kembali menjadi tanah negara;
- Setiap peralihan hak atas tanah harus didasarkan pada keputusan pejabat berwenang.
Selain itu, Safrin juga menekankan pentingnya memperhatikan **tanah ulayat** atau tanah adat masyarakat setempat. Berdasarkan Pasal 3 UUPA, pelaksanaan hak ulayat harus memperhatikan kepentingan nasional dan tidak boleh dilakukan tanpa musyawarah dengan masyarakat hukum adat yang berkepentingan.
“Jangan sampai tanah yang semula milik masyarakat adat atau ulayat dialihkan atas nama hibah tanpa dasar hukum yang sah,” ujarnya.
Dengan demikian, Safrin meminta agar **Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai dan pihak PT. PD Paya Pinang** melakukan klarifikasi terbuka mengenai status hukum lahan tersebut, sekaligus melibatkan **Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN** untuk memastikan keabsahan administratif sebelum proses hibah dilanjutkan.
“Transparansi dan kepastian hukum sangat penting agar tidak menimbulkan potensi sengketa pertanahan di kemudian hari,” tutupnya.
**Dasar Hukum yang Relevan:**
1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA).
2. Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pengaturan dan Tata Cara Penetapan Hak Guna Usaha.
3. Permendagri Nomor 19 Tahun 2016 jo. Permendagri Nomor 7 Tahun 2024 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah.
4. Ketentuan Pasal 3 UUPA tentang Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat.
**Reporter:** Tim Redaksi Pilar Keadilan Hukum
**Editor:** Media Investigasi Sumut
```